Salah Duga
“Kamu sudah besar nak, sekarang ibu bertanya padamu.. apakah kamu sudah punya pacar?” Suatu hari ibuku bertanya tentang sesuatu yang tak pernah aku duga sama sekali. Aku hanya menggeleng “belum bu, gustavo tak punya pacar.. jangankan pacar.. berdekatan dengan wanita saja jantungku berdegup keras, keringat dingin keluar seperti uap air yang mendidih.. dan badanku seperti terkena parkinson.. kejang tak beraturan dari kepala sampai ujung kaki” sambil tersenyum ibu berkata pelan “kamu aku jodohkan dengan cemplon anak pak gundala mau? Dia teman karibku.. anaknya baik”
Daily writing prompt Jot down the first thing that comes to your mind. View all responsesApa tak ada yang lainnya? Sepertinya biasa saja atau tak menarik… Begitu yang terbersit di hatiku.. anak cewek pak gundala teman bermainku di masa kecil. Yang aku ingat kala itu adalah cemplon berkulit legam karena terbakar matahari.. dan yang tak bisa aku lupa adalah seringkali cemplon mengusap ingusnya dengan lengan baju.. yaa, cemplon yang suka ingusan.. tapi sejak kelas 6 SD aku tak pernah melihatnya lagi karena cemplon pindah rumah dan sekolah mengikuti orang tuanya bertugas di Jakarta. Baru beberapa bulan ini aku dengar pak gundala kembali ke kampungku karena sudah pensiun. Sambil menahan gerutu dalam hati aku pamit keluar untuk ngopi bareng teman-teman se-gank.
Dengan murung aku memesan sebuah kopi di warungnya pak mursid, tak jauh dari rumahku. Tak berapa lama datanglah kenthir. Setelah memesan kopi beberapa saat kenthir diam memandangiku “kamu telat obat? Dari tadi aku lihat kamu diam dan murung.. tumben?” Aku cuma menyeruput kopiku dan mengatakan tak ada masalah.. semua baik-baik saja. Beberapa saat kemudian datanglah gus celir.. setelah memesan kopi celir seperti heran memandangiku dan bertanya pada kenthir “ada apa ini?” Kenthir cuma memberi isyarat “ssttt.. diam” kami bertiga ngopi dan ngobrol dengan candaan yang hambar aku rasakan hari itu.. dua sahabatku berusaha menghiburku tapi usaha mereka seperti ombak yang menerjang karang.
“ploonn.. apa kabar” tiba-tiba celir menyapa seorang yang lewat, cantik aku lihat. “Baik mas.. aku belanja dulu ya.. mari” kata wanita cantik itu sambil meneruskan perjalanan. Aku yang penasaran bertanya pada gus celir siapa wanita tadi. “Dia kan teman kita dulu.. cemplon anaknya pak gun.. baru beberapa bulan ini mereka sekeluarga pindah dari jakarta kesini” kata-kata celir ini sungguh mengagetkanku.
Sungguh berbeda dengan yang aku ingat. Cemplon yang dulunya kurus, legam, dan suka ingusan ternyata keadaannya sekarang berubah 180 derajat. Cantik, berambut panjang, bersih, dan rapi. Melihat cemplon tadi mengingatkanku akan bunga-bunga di taman Momogaike, Obeno-ku, Osaka Jepang. Warna bunga yang merah atau kuning matahari, biru.. masih lekat dalam ingatanku, membuat mataku tak bosan memandang, persis seperti wanita yang lewat barusan. Melihat gerai rambut cemplon seakan aku berada di Iris garden Osaka.. aku tenggelam dalam hamparan bunga sambil bercengkerama dengan senja yang dibalut noktah hijau berbalut pendar merah. Hingga gelap aku masih terdiam memandangi rimbunnya daun-daun berwarna ungu, atau putih bercampur biru dan itu semua membuatku lupa akan waktu.. lupa jika aku belum makan. Cemplon yang sekarang seindah bunga di kebun raya Nagai, Osaka. Pandangan mata cemplon seteduh taman ini saat lembayung senja menatapku kala aku terdiam sendiri menikmati kopi di sore hari.
“kenapa mata kamu melotot.. apa kamu kena serangan jantung?” Tanya kenthir mengagetkanku. “Tidak.. aku hanya kebelet buang air kecil.. aku ke toilet sebentar” berhasil juga aku membuat alasan dan pergi meninggalkan teman-teman. Bukan ke toilet.. aku mencari tempat agak sepi dan mengeluarkan smartphone.. siapa lagi yang aku telpon jika bukan ibu. Begitu tersambung segera aku berteriak “ibuu!!! Aku mau di jodohkan dengan anaknya pak gun!!!
Kebun Raya Nagai, Higashisumiyoshi Osaka. Japan